ULASAN BUKU KI HADJAR DEWANTARA [#9]

: March 12, 2019


KI HADJAR DEWANTARA JILID I 
BAB I PENDIDIKAN [#9]
Pemikiran, Konsepsi, Keteladanan, Sikap Merdeka


: Pendidikan Budi Pekerti


Kamis, 7 Maret yg lalu saya menahan gawai dari seorang murid. Sebenarnya sudah lama saya menaruh curiga terhadap dirinya. Kebetulan dia menyukai duduk di bangku paling belakang. Kecurigaan saya waktu itu, saat saya menerangkan materi pembelajaran, banyak siswa yg terlihat menyimak dg serius, ada juga yg terlelap tidur, eh dia (anak yg saya tahan hpnya) malah ketawa-ketawa sendiri dan sering menunduk. 

Puncaknya hari kamis kemarin, ketika saya memberikan tugas mengerjakan LKS, kemungkinan dia tidak memperhatikan saat saya keliling memeriksa buku LKS, lantas saya menodongkan tangan tanpa berkata apa-apa. Dia kaget minta ampun, terlihat dari wajah nya yg memerah, takut, malu, dan sedikit nyengir ketawa merasa lucu. Merasa tertangkap basah, dia tak bisa mengelak lagi mengambil gawai di laci mejanya kemudian menaruhnya di telapak tangan saya. Saya masih saja diam, tak berkata satu kata pun.

Suasana kelas langsung ramai, memojokkan dan menghardik si pembawa Hp. Saya masih diam. Saya menyadari ketika saya berkata tentang aturan, biasanya banyak siswa yg merasa jengkel dan malah seperti menantang. Tapi saya diam. Setelah ada siswa yg mulai meredakan suasana, baru saya bicara. Saya tidak bicara aturan, hanya menanyakan apakah ada yg bawa Hp lagi, sebaiknya kalau ada mending jujur, dan Hpnya dititipkan ke saya. Efeknya banyak siswa yg diam. Ada yg menunduk saat saya menatapnya. Saya merasa di kelas ada siswa lain yg membawa hp secara diam-diam. Di akhir jam saya menutup pelajaran tanpa membahas tentang Hp, lalu pergi meninggalkan ruangan.

Sikap saya di atas muncul setelah mengalami beberapa peristiwa dlm menghadapi siswa. Umumnya siswa merasa jengkel, dan sakit hatinya, ketika saya berkhutbah tentang aturan dan cara menjadi siswa yg baik. Dampak dari kejengkalan siswa tersebut berakibat pada kedekatan. Dibelakang guru, seringkali siswa mengejek dan meremehkan, kadang juga mengumpat, kadang menirukan gaya guru dg maksud merendahkan.

Walaupun siswa merasa segan di depan guru, namun di belakangnya akan lain. Hubungan emosional guru dan murid seharusnya tidak seperti ini. Guru dan murid adalah pasangan belajar yg serasi. Kadang berperan sebagai orang tua, sahabat, rekan kerja, semua harus bisa dilakukan oleb guru. Namun kedekatan guru dg murid juga harus tau batasan, terutama masalah cara berbahasa dan adab.

Fenomena pragmatik tentang ketidak sopanan semakin santer masuk pertengahan tahun ini. Beberapa waktu yg lalu, dunia maya kita dihebohkan dg perilaku siswa yg merokok di dalam kelas, ditegur malah marah, memaki, dan melakukan kontak fisik sebagai wujud kemarahannya terhadap gurunya. Sedangkan teman sekelasnya malah ketawa-ketawa.

Inilah pentingnya pendidikan budi pekerti. Menurut KHD, budi pekerti adalah watak bulatnya jiwa manusia, yang dalam bahasa asing disebut karakter. Orang yg telah mempunyai kecerdasan budi pekerti iti senantiasa memikir-mikirkan dan merasa-rasakan serta selalu memakai ukuran, timbangan, dan dasar-dasar yg tetap.

Budi pekerti, watak, atau karakter, itulah bersatunya gerak fikiran, perasaan, dan kehendak atau kemauan, yg lalu menimbulkan tenaga. Budi itu artinya fikiran-perasaan-kemauan, dan pekerti itu artinya tenaga. Jadi budi pekerti itu sifatnya jiwa manusia, mulai angan-angan hingga terjelma sebagai tenaga.

Dengam adanya budi pekerti itu, tiap-tiap manusia berdiri sebagai manusia merdeka (berpribadi), yang dapat memerintah atau menguasai diri sendiri (mandiri). Inilah manusia yg beradab, dan itulah maksud dan tujuan pendidikan dalam garis besarnya. Adab tak lain dan tak bukan memiliki arti dapat menguasai diri.

Pendidikan itu berkuasa untuk mengalahkan dasar-dasar dari jiwa manusia, baik dalam arti melenyapkan dasar-dasar yg jahat, maupun dalam arti menutupi, atau mengurangi tabiat-tabiat jahat yg biologis, atau yg tak dapat lenyap sekali krn telah menyatu bersama jiwa.

Kasus siswa saya, Sulistiani yg membawa Hp. Saya sengaja bersikap diam, tanpa kata-kata, krn bermaksud menguji sejauh mana kemauannya. Seberapa tinggi level budi pekertinya. Bukan karena marah, namun karena upaya saya dalam mendidik. Agar kelak dia bisa menggerakkan pikirannya, sehingga mampu berlaku adil, menempatkan sesuatu pada tempatnya, waktunya belajar di kelas ya mengikuti, waktunya jajan ya waktu istirahat, waktunya tidur ya tidur, dll.

Ini sudah hari ke lima, Sulistiani masih belum menemui saya. Nanti bila tiba waktunya berbicara, saya akan berbicara, dan saya sudah menyiapkan resep obat, berupa surat kesepakatan. Yg diantaranya berisi, 1) Hp boleh diambil apabila nilai PAS mapel saya minimal 88. 2) Selama menjelang ujian, Hp tetap boleh digunakan, namun harus izin saya di luar jam pelajaran. 3) Diperbolehkan update status atau cerita di wattpad, asalkan dalam bentuk puisi atau narasi, minimal satu minggu tiga postingan, bila bisa tiap hari malah bagus. 4) Selama masa penahanan Hp saya yg membawa. 

Entah didikan saya berupa sanksi tersebut memberatkan atau tidak, namun saya tetap bertanggung jawab terhadap proses berlangsungnya pendidikan yg saya jalankan. Ben gak tuman.



12 Maret 2019