KI
HADJAR DEWANTARA JILID I
BAB
II POLITIK PENDIDIKAN [#34]
Pemikiran,
Konsepsi, Keteladanan, Sikap Merdeka
:
Memilih Kebudayaan
Pada sidang Komite
Nasional Pusat (DPR) di Malang 3 Maret 1947, KHD menyampaikan pidato berkaitan
pemilihan budaya yang baik untuk Indonesia. KHD menyampaikan bahwa dirinya
bukan seorang pembenci kebudayaan asing atau menolak bahan-bahan dari budaya
asing. Bagi KHD, kebudayaan adalah kemurahan hati Tuhan kepada manusia, untuk
dapat hidup dan mempunyai penghidupan yang serba tertib dan damai, dan
mendatangkan keselamatan serta kebahagiaan.
KHD menyarankan,
sebagai manusia beradab harus sanggup memilih apa yang baik dan bermanfaat bagi
hidup dan penghidupan bangsa Indonesia. Walaupun berasal dari Jepang atau
Belanda, kalau bahan-bahan dari musuh itu baik dan berguna, maka tidak boleh
ditolak. Ada dua syarat yang harus dipenuhi. Yaitu: ambillah dari kebudayaan
asing segala apa, yang : a. dapat memperkembangkan, yaitu memajukan kebudayaan
Indonesia sendiri, dan b. yang dapat memperkaya, yaitu menambah kebudayaan
Indonesia sendiri.
Dalam memilih
kebudayaan haruslah selektif. Tidak boleh menelan mentah-mentah. Yang tidak
perlu sebaiknya diabaikan. Kebudayaan adalah buah-budi manusia beradab, dan
buah perjuangan manusia terhadap dua kekuatan, yang selalu mengelilingi hidup
manusia, yaitu kekuatan kodrat-alam dan zaman/masyarakat dari tiap-tiap bangsa.
Ini menyebabkan selalu nampak corak-corak dan warna-warna khusus pada kebudayaan
dari masing-masing negara.
Awal kemerdekaan sering
kali terjadi polemik dalam menyikapi yang demikian. Bangsa Indonesia
menghendaki kemerdekaan seutuhnya, tidak hanya kemerdekaan politik saja, tetapi
merdeka dalam hidup kebudayaannya, merdeka dalam caranya mewujudkan hidup dan
penghidupannya sendiri. KHD mempertanyakan sikap, apa perlunya mengejar dan
mencapai kemerdekaan politik, kalau dalam kebudayaan, dalam sifat, dan
penghidupan masih membuntut dan dijajah bangsa lain. Bila hal itu tidak
disadari, awal atau akhir kemerdekaan politik juga akan terdesak, akan lenyap
atau tidak berarti, kalau tidak didasarkan atau disandarkan pada kemerdekaan
kebudayaan.
Pendirian dalam
kebudayaan perlu diutamakan dalam mempersoalkan pendidikan dan pengajaran. Pada
hakikatnya, pendidikan dan pengajaran ialah usaha kultural, dengan maksud
mempertinggi derajat masyarakat pada umumnya. KHD menganjurkan sifat dan bentuk
pendidikan dan pengajaran harus adanya corak-warna kebangsaan. Tentang hal ini
sudah diatur dalam pasal Undang-Undang Dasar.
Anjuran menasionalkan
sistem pendidikan dan pengajaran masih harus diulang-ulangi, karena masih
nampak gerak-gerik dalam Kementrian Pengajaran masa itu yang masih berbau
kolonial, seakan-akan tidak ada revolusi nasional dan revolusi sosial yang
mengharuskan pembalikan dalam segala urusan pendidikan dan pengajaran. Bukan
pembaharuan hanya dalam bentuk-bentuknya, tetapi pembaharuan dasar-dasarnya.
KHD menyebutkan contoh,
gerak-gerik yang dimaksud larangan dari kementerian kepada rakyat untuk
mendirikan sekolah-sekolah partikelir. Larangan itu dikritisi oleh KHD, karena
rakyat, pemuda, dan kaum pemberontak sejak 17 Agustus 1945 telah
menginjak-injak dan merobek-robek segala "Osamu Serei" (peraturan
Jepang), tetapi kementerian pengajaran berani menghidupkan peraturan-peraturan
Jepang.
Selain itu, murid dari
sekolah partikelir tidak diperbolehkan turut menempuh ujian untuk memasuki
sekolah-sekolah menengah negeri. Ada pula kegelisahan karena masih adanya
jawatan yang tidak suka menghargai ijazah sekolah-sekolah partikelir. KHD
menyayangkan peraturan dan implikasi tersebut. Aturan yang pada zaman Belanda
sudah dibolehkan, namun di zaman kemerdekaan diterapkan ulang.
Pada pidato ini, KHD
menyampaikan tiga hal, kebudayaan, pendidikan dan pengajaran, serta bahasa. KHD
menolak dengan tegas pengembalian bahasa Belanda ke dalam sekolah-sekolah. KHD
menyatakan dirinya bukanlah Hollander-hater, KHD ingin bersahabat dengan
manusia seluruh Indonesia.
Dalam pidatonya KHD
juga menyampaikan sikap pendirian tentang hubungan antara Indonesia dan
Nederland, baik soal politik maupun kebudayaan. Jurang antara Indonesia dan
Belanda tidak bisa dilenyapkan dengan jembatan apapun juga; jurang itu makin
lama makin besar; dan itu baik; jurang itu harus menjadi besar, hingga menyemai
samudera yang memisahkan Indonesia dari Nederland; barulah nanti Indonesia dan
Belanda sebagai sahabat bisa berjabatan tangan. Indonesia dan Belanda berlainan
hidup dan penghidupannya. Sikap tersebut merupakan pendirian KHD tentang
hubungan antara Indonesia dan Belanda, serta pendirian beliau dalam naskah
persetujuan Linggarjati.
6 April 2019